Masih sedikit lembaga pendidikan yang mengajarkan penggunaan perangkat
lunak alternatif (misal Linux dan FOSS) untuk menutupi kebutuhan
pekerjaannya tanpa perlu membajak. Lembaga pendidikan turut serta dalam
menutup mata masyarakat akan solusi alternatif.
Bandingkan dengan lembaga pendidikan di Afrika seperti Namibia dan Uganda, yang walaupun pemerintahnya mendapatkan donasi dari Microsoft, tapi mereka aktif mengajarkan solusi alternatif. Mereka sadar, masyarakat tak mungkin membeli perangkat lunak dengan harga yang tinggi itu (termasuk saya, hehe). Berbeda dengan kondisi di Indonesia
Sering kali lembaga pendidikan beralasan melakukan pembajakan karena tidak ingin mahasiswa dan siswanya ketinggalan belajar teknologi informasi. Rusaknya mental (kebiasaan tidak menghargai karya orang lain), diabaikan hanya demi terampilnya anak murid menggunakan suatu jenis perangkat lunak.
Bila warga yang relatif lebih terdidik saja masih buta, bagaimana dengan masyarakat? Masyarakat hanya meniru apa yang dilakukan oleh orang yang dianggapnya terdidik.
dikutip dari www.infolinux/opini i made wiryana/08-2005/
Bandingkan dengan lembaga pendidikan di Afrika seperti Namibia dan Uganda, yang walaupun pemerintahnya mendapatkan donasi dari Microsoft, tapi mereka aktif mengajarkan solusi alternatif. Mereka sadar, masyarakat tak mungkin membeli perangkat lunak dengan harga yang tinggi itu (termasuk saya, hehe). Berbeda dengan kondisi di Indonesia
Sering kali lembaga pendidikan beralasan melakukan pembajakan karena tidak ingin mahasiswa dan siswanya ketinggalan belajar teknologi informasi. Rusaknya mental (kebiasaan tidak menghargai karya orang lain), diabaikan hanya demi terampilnya anak murid menggunakan suatu jenis perangkat lunak.
Bila warga yang relatif lebih terdidik saja masih buta, bagaimana dengan masyarakat? Masyarakat hanya meniru apa yang dilakukan oleh orang yang dianggapnya terdidik.
dikutip dari www.infolinux/opini i made wiryana/08-2005/
No comments:
Post a Comment