Thursday, September 19, 2013

Produktif itu Indah!

Gambar dan artikel tidak nyambung, wkwkwkwk.
AKU cukup terkejut mengenal sosok Fredy S. Dan cukup telat mengenal sosoknya yang acapkali disebut sebagai seorang sastrawan kaki lima, maaf. Pasalnya, karya-karyanya dapart dijumpai di lapak-lapak atau bus-bus di terminal. Namun aku menemukan karya lamanya dengan cetakan baru saat mengungungi pengajian di PP Mbrasan. Dengan harga yang murah, hanya 6.000,- rupiah, seratus halaman lebih.

Karyanya sangat banyak. Yang sering disebut juga sebagai roman picisan. Tentang cinta. Novelnya hampir 300. Ada catatan di om Google, hingga 500 novel. Aku cuma punya dua, saking penasaran saja sebenarnya.

Fakta ini mengingatkan ke beberapa temanku. lima teman yang sangat sering mengirimiku puisi. Lewat SMS-nya. Namun salah satunya adalah yang paling sering. Seorang pria. ia bisa mengirim puisi pendek hingga lima buah judul ke INBOX-ku. Sungguh luar biasa menurutku.

Terkadang aku membalasnya dengan puisi pula, bukan berarti aku sok bisa berpuisi juga. Terkadang sekedar memberikan komentar pendek, bukan sok membenahi. Dan terkadang pula tak membalasnya sama sekali, dan ini yang paling sering, saking bagusnya puisi yang ia kirim.

***

Aku yakin, produktif menulis ini penting. Entah dalam karya apapun. Terutama puisi, yang sering kalinya sangat kurang menjadi perhatian di mata pembaca secara umum. Terbukti dengan kurang adanya penghargaan terhadap sastrawan di pentas nasional hingga dunia. Dan juga sedikitnya buku-buku yang berisi puisi dan atau meneorikannya.

Produktivitas ini lebih penting daripada menemukan ide. Hematku demikian. Ini perlu diperhatikan anggota SABANA, yang muda hingga yang tua, yang baru daftar hingga yang sudah alumni. Juga menjadi perhatianku. Yang sudah lama pula tak menulis puisi. Esai masih agak sering. Cerpen sudah tidak pernah, hehe.

Alasannya, merampungkan sebuah ide itu lebih baik-menurutku-daripada menemukan ide dan inspirasi besar. Maka menjadi penting untuk menyelesaikan ide-ide, merampungkan draft-draft, melengkapi coretan-coretan, dan menulis outline dari ide kita. Dan, terpenting tentunya idalah membereskan karya yang masih setengah jadi. Daripada berandai-andai menemukan inspirasi besar. Daripada merenung tak ada habisnya, dengan berharap ada ide menarik. Mending, kita menyelesaikan ide-ide sederhana dan bahkan draft yang telah dibuat, untuk dirampungkan.

Tepat pula barangkali dijadikan landasan dalil, ungkapan Nabi SAW: kebaikan kecil yang teratur lebih baik daripada kebaikan besar yang masih dilakukan dengan jarang. Atau maqolah: Keteraturan itu lebih baik daripada memiliki 1000 keistimewaan.

Ungkapan di atas mengandung maksud beberapa nilai yang dapat kita yakini. Dan nilai ini dihubungkan dalam berkarya.

Inilah empat nilai tersebut, jenengan bisa menambahkannya sendiri. Pertama, bahwa disiplin dan keteraturan itu penting. Kedua, produktivitas itu sangat penting. Ketiga, semakin rajin dan produktif maka karya kita semakin baik. Dan keempat, apa yang sudah dimulai mestinya diselesaikan. Kelima, semakin produktif semakin banyak kita memiliki kail-kail/ikatan terhadap fakta dan kehidupan.

Pantaslah sudah menjadi tanggung jawab diri, adalah menuntaskan draft/coretan-coretan yang kita miliki. Alih-alih, memperkuat memori tentang apa yang hendak kita selesaikan itu. Alih-alih, menunggu, mencari, kejatuhan ide baru untuk tulisan.

***

Ada satu ibarat yang mengena untuk menjelaskan nilai nomer lima yang aku tulis di atas. Sebuah logika yang terkait antara dengan waktu dan karya. Juga logika antara produktivitas dan kedekatan.

Ini tentang catatan kenangan terhadap seorang tokoh Kiai di pesantren kita yang telah wafat empat tahunan ini. Seorang temanku menuliskan sosok Kiai itu dalam untaian bait puisi. Aku tak menulis puisi tentang sosoknya, barangkali teman-teman santri juga.

Kala itu, menurutku adalah puisi yang sederhana, maaf, dan kurang sarat makna. Namun anggapan itu kini berubah, puisi itu menjadi berbeda meski tanpa gubahan. Puisi yang biasa-biasa itu, kini menjadi sungguh layak untuk dinikmati dan dikaji.

Pasalnya, barangkali, hanya puisi itulah satu-satunya yang mendiskripsikan tentang sosoknya, sang Kiai. Hidup dan meninggalnya. Ketokohan dan tauladannya.

Puisi itu menjadi kuat dan penting. Karena memiliki hubungan berupa fakta kedekatan yang kuat antara sosok-desripsi-waktu.  Akhirnya, puisi itu bisa dipelajari bersama oleh generasi selanjutnya. Ini artinya, sebuah puisi sesederhana apapun tak dapat dianggap remeh.

Sedang, orang-orang yang kini mengenang sosok (Kiai) itu dengan membuat puisi atau apapun deskripsi, sebagus apapun karya itu, ia telah kehilangan kedekatan fakta. Sehingga kedekatan personal juga lemah. pada ujungnya, karya baru itupun sungguh menjadi karya yang ketinggalan zaman (dengan fakta).

***

Tengah malam. Kamar. 16 Agustus 2011. Tegaldlimo. Untuk SABANA.
Diposting ulang dari kumpulan catatan FBku yang satunya (Muha Sufyan) untuk Tegaldlimo Banyuwangi.

No comments:

Post a Comment